Cara memahami Al Quran – Yang pertama katanya Asghar Ali memahami Alquran itu Lihatlah aspek normatif dan aspek kontekstualnya. Aspek normatif itu aspek yang isinya nilai-nilai umum nilai-nilai dasar persamaan, keadilan kesetaraan,Ini sifatnya universal. ini biasanya inti ajarannya Alquran.
Ada aspek-aspek kontekstual itu yang hubungannya dengan situasi konkrit zaman itu. Kalau normatif itu kita pakai kapanpun dan dimanapun bisa. Kalau yang kontekstual bisa ndak cocok bisa ndak pas ndak sesuai dengan zaman kita.
Untuk yang kontekstual dilihat situasinya untuk yang normatif bisa diterapkan kapanpun dan dimanapun. Ini yang orang sering salah paham. Yang kontekstual dalam Alquran kan banyak Alquran kan banyak pakai media-media budaya Arab saat itu, untuk menjelaskan hal tertentu.
Misalnya menjelaskan tentang keragaman binatang, ya pakai binatang-binatang yang ada di Arab saat itu. Ada onta ada أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ itu kan onta karenadi arab orang kenalnya onta. Dibalik itu ada norma, normanya ayat itu apa sih yang normatif? kekuasaannya Allah, betapa Allah itu Mahakuasa.
Yang normatif ini yang universal yang kontekstual yang hubungannya sama Onta tadi itu yang mungkin berlakunya di Arab, kalo kamu tanya orang Jawa dengan terjemahan letterlek “wahai mbah sampaian ngerti ngak gimana onta diciptakan?” itu mungkin yo bingung, “onta itu apa ya?”
kayak “وَالتِّيْنِ وَالزَّيْتُوْنِۙ” orang Jawa kamu ngomongin letterlet “Mbah diingetin ya “Demi buah tin dan zaitun” yg mesti bingung “وَالتِّيْنِ ini ngopo yo Waktin ono ning وَالتِّيْنِ itu? Orang Jawa enggak kenal buah tin Kaya gimana, itu kontekstual. dibalik yang kontekstual ada yang normatif universal.
Yang bisa dipakai kapanpun dan dimanapun yang normatif universal ini. Yang kontekstual ya kalau situasinya pas kayak أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ kalau di Arab kontekstual pas dipakai di sana tidak masalah. Tapi di sini ndak bisa langsung dipakai.
Ya sering saya ilustrasikan bagaimana Alquran menjelaskan surga bagaimana Alquran menjelaskan malaikat dan seterusnya. Malaikat kalau dalam gambarannya orang barat yang beda dengan malaikat dengan gambarannya orang Arab, mungkin sama orang Indonesia hari ini cara mengambarkanya juga beda sesuai imajinasi masing-masing. Tapi itu kontekstual ada universalnya..
Nah umat Islam sering gegeran itu bagian kontekstualnya, bagian yang zaman itu memang begitu. Misalnya tipe-tipe hukuman, zaman itu memang begitu. Zaman ini ada sedikit perbedaan, ambil norma universal nya.Nah itu cara memahami Alquran yang pertama.
Bedakan yang normatif dan kontekstual kalau yang normatif bisa dipakai kapanpun dan dimanapun, kalau yang kontekstual itu harus dicari dulu makna normatifnya. Karena dia turun dengan make media khusus yang adanya di Arab saat itu.
Saya kadang koyok fiqih itu ada hukum yang saat ini mungkin kalau dipakai di Indonesia agak membingungkan namanya zhihar, zhihar itu menyamakan punggungnya istri dengan punggungnya ibu. Itu mungkin enggak kejadian kalau di Indonesia. Punggungmu kayak punggungnya Ibuku itu ndak ono kalau misuh enggak begitu orang Indonesia, kepanjangan..
Jadi itu kan terus dianggap talaq kalau dalam Islam dan seterusnya.. Itu contoh-contoh yang ini harus di kontekstual kan lagi untuk Indonesia karena itu dulu konteks untuk Arab zaman itu. Sama kayak ada perempuan keluar rumah kalau zaman Nabi era itu harus dikawal muhrimnya, tapi hari ini di Indonesia kan ngak, situasinya sudah berubah.
Pesannya kan yang penting umat Islam Aman yang perempuan di luar rumah terlindungi. Nah kalau di imdomesia hari ini ngak pakai di kawal sudah terlindungi, malah kalau di kawal repot. Nah ini yang ngaji kan harus sama bapaknya adiknya kakaknya.. nanti kamu sumpek lagi “Waduh ada bapaknya er..”
Terus inget-inget selanjutnya yang namanya hasil tafsir itu tergantung mufassir nya. Al-qur’an pasti benar, tafsir tidak. Karena tafsir sudah melalui manusia yang namanya mufassir. Jadi ndak usah takut-takut mengkritik pemahaman Alquran tertentu, Kenapa? wong itu dari mufassir nya kok, dalam keterbatasan mufassir nya.
Seorang mufassir yang ahli filsafat, tafsir mesti berbau filsafat. Ngopo mambu mambu itu? coraknya filsafat. Seorang yang ahli fiqih ya coraknya tafsirnya mesti tafsir fiqih. Jadi hasil tafsir tergantung mufassir nya.
Makanya tadi reinterpretasi ayo ditafsir ulang itu bukan berarti anti Alquran, tapi mengkritik tafsir tertentu yang dianggap tidak cocok gak relevan. Itu hasil tafsir tergantung mufassir nya,rumus yang kedua.
Rumus yang ketiga perhatikan bahwa Alquran itu sifatnya global dan simbolik. Umum ndak detail, prinsip prinsip umum dan kebanyakan sifatnya majas,metafora, simbolik. Kalau simbolkan dia ndak bisa dipahami apa adanya harus dilacak makna dibalik simbol. Dan global umum tidak ngomong detail.
Untuk nyari detailnya butuh dukungan banyak dalil yang lain. Kalau kamu cari kamu bacalah kitab fiqih terus baca Alquran itu kan kalau di quran ngomongnya umum. Kalau kitab fiqih ngomongnya sampai detail. Karena memang Alquran isinya Global, maka perhatikan itu. Al-qurannya Global simbolis mufassir nya subjektif sementara ayatnya ada yang normatif ada yang kontekstual. Ya udah terus gimana menyikapinya?
SUMBER KAJIAN :
Ngaji Filsafat Dan Aqidah Islam :
YouTube MJS Channel | Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta | Bersama Dr. Fahruddin Faiz | Website : http://mjscolombo.com/