Asghar Ali mencanangkan tiga proyek yang mau dia garap.Yang pertama apa? kesadaran untuk berfikir. Jadi Asghar Ali ingin menyadarkan umat Islam meskipun sejak lama sudah dilakukan para filusuf bahwa akal dan Wahyu itu saling mendukung.
Ini Proyek besar yang sampai hari ini nggak selesai-selesai. Selalu saja banyak orang yang benci sama pikiran. Benci sama berfikir. Padahal ini dua sisi Wahyu, dua hal yang sama-sama diberikan oleh Allah untuk bekal kita di muka bumi dan saling mendukung. Akal itu biar enggak sesat dikasih peta oleh Allah namanya Wahyu.
Wahyu itu bisa dibaca kalau akalnya hidup. Sama kamu kayak membaca peta itu lho, kalo baca peta lho petanya sudah baik mengarahkan, tapi kalau akalmu tidak jalan nggak bisa baca mana sungai mana jalan kereta api yang gak nyampe tujuannya.
Akal harus hidup untuk memahami Wahyu, Wahyu dibutuhkan karena kalau tidak akal ngarang sendiri. Aku maunya kemana sampainya kemana kayak kamu pas ketipu GPS itu. Jalan terus.. Bapak mau ke mana?kan itu.. belok kiri.. Iyo itu kan?! ndak..
Jadi dua-duanya penting, peta ya penting akal ya penting. Kapan kamu ngerti kalau ditipu GPS? kan ini sudah jalan.. Lho lho kok jalannya semakin sempit meski kleru ini, itu kan akal yang bisa gitu. Kalau kamu taqlid terus sama petamu sama GPSmu mungkin tiba-tiba tuk lho jalan Buntu. Atau jalan nggak bisa dilewati motor harus jalan kaki, misalnya. Nah itu yang bisa membunyi bunyikan itu kan akal. Cuma ada peta..
Wahyu saja tanpa akal kayak kamu pegang peta, tapi tidak bisa baca petanya.Akal saja tanpa Wahyu kayak kamu jalan enggak ngerti arah ngarang. Dua-duanya penting. Maka Belajarlah cara berfikir belajarlah cara membaca Wahyu baik qouliyah maupun kauniyah. Kunci keberhasilan kita di situ.
Yang kedua, jadi proyeknya Asghar Ali yang pertama ngajari kita menyadarkan kita bahwa akal dan Wahyu itu ndak tabrakan. Yang kedua beliau ingin mengajari kita kita harus siap hidup bareng orang lain yang berbeda. berbeda dalam hal apapun ndak mungkin kita ingin menang sendiri.
Zaman Nabi saja di Madinah nabi kan hidupnya juga bareng komunitas Yahudi bareng komunitas Nasrani. Ayo kita harus siap hidup berbeda kalau, ndak siap kita tidak bisa hidup tiap hari stress lihat orang beda-beda. Tidak mungkin seragam ya selalu ada yang beda.
Kalau kita marah setiap kali ada orang punya pendapat berbeda ya siap-siap darah tinggi siap-siap rambutmu putih, Tidak usah!.. Bahwa orang lain berbeda pahami saja “lah kok orang itu mikirnya gitu, menyimpulkannya begitu, cara berpikirnya gimana, pakai dalil apa, Oh kalau dalilnya itu aku masih lebih percaya dalilku. Kan enggak masalah begitu.
Tidak harus kamu marah-marah apalagi maki-maki. Apalagi gegeran enggak ada akhirnya di medsos. eman-eman kuota mu. Iya kan daripada kamu pakai gegeran mbok dipakai yang lain. Jadi yang kedua itu ini penting untuk pembebasan tadi harus siap hidup bersama. Yang tidak siap ya kamu tidak akan bisa bebas kamu akan terbelenggu terus.
Jangan salah loh semua yang sangat kamu cintai atau sangat kamu benci pada akhirnya jadi belenggu bagimu. Jadi benci sama orang misalnya, kamu papasan dijalan akan memilih minggir, ndak mau papasan sama dia. Kamu jadi capek harusnya jalan lurus malah minggir. Itu kan Terbelenggu, mbok tadi lewat aja ngak apa “ndak ndak mau daripada ketemu dia mending tidak” Kan kamu keluar biaya keluar energi keluar capeknya.
Jadi Belenggu juga ketika kamu membenci, tidak cuma mencintai sesuatu.Maka harus siap hidup bersama. Dan yang ketiga watak keberagamaan kita. selama ini keberagamaan kita itu egois mikir diri kita sendiri. Asghar Ali ingin kita itu beragama yang sensitif simpati dan peka. Peka kalau ada yang tertindas, peka kalau ada yang susah, peka kalau ada yang lemah atau dilemahkan. Itu visinya Islam sejak awal, Katanya Asghar Ali yang selama ini kita lupakan.
Ada visi ideologis individual namanya tauhid ada visi sosialnya itulah Islam yang sejati, Katanya Asghar Ali. Selama ini kita beragamanya egois ingin menang sendiri, tidak peka, tidak sensitif tidak simpatik. Ini Proyek besar “tiga” boleh kita adopsi jadi proyek kita. Kita beragama yang cerdas, beragama yang toleran bisa hidup sama orang lain dan beragama yang sensitif dan simpati. itulah wajah Islam yang sejati.
SUMBER KAJIAN :
Ngaji Filsafat Dan Aqidah Islam :
YouTube MJS Channel | Masjid Jendral Sudirman Yogyakarta | Bersama Dr. Fahruddin Faiz | Website : http://mjscolombo.com/